Kamis, 03 Januari 2013

Pertempuran Mu'tah




Pertempuran Mu'tah terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah, dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al-Karak, antara pasukan Muslim yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur (Damaskus).

Setelah Perjanjian Hudaibiyyah disepakati, Rasulullah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi kepada para penguasa negeri yang berbatasan dengan jazirah arab, termasuk kepada Heraklius, Kaisar Romawi Timur. Pada Tahun 7 Hijriah atau 628 Masehi, Rasulullah menugaskan al-Harits bin Umair untuk mengirimkan surat dakwah kepada Gubernur Syam (Suriah) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yang baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan di daerah sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr Al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah (Pada waktu itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya). Dan Pada tahun yang sama Utusan Rasulullah pada Bani Sulaiman dan Dhatul Talh daerah disekitar negeri Syam (Suriah) juga dibunuh oleh penguasa sekitar. Sebelumnya, tidak pernah seorang utusan dari Rasulullah SAW dibunuh dalam misinya menyebarkan agama islam. Mendengar terbunuhnya utusan Rasulullah tersebut maka marahlah Beliau dan mengirimkan pasukan untuk membalaskan kematian utusannya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini adalah upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan. Tentunya hal ini dikritisi sebab tidak mampu menjelaskan secara logis latar belakang pertempuran, antara pasukan muslim yang bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Mekkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi didaerah utara yang sangat jauh dari Madinah.

Jalannya Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah SAW telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komandan secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di medan peperangan hingga mengakibatkan tidak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (berasal dari kaum muhajirin) dan seorang sahabat dari Anshar yakni Abdullah bin Rawahah sang penyair Rasulullah SAW.
 
Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3.000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100.000 pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah.

Abdullah bin Rawahah r.a lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini adalah perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla). Kita itu tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang.”

Orang-orang pun menanggapinya dengan berkata, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah berkata benar”.

Zaid bin Haritsah r.a, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib r.a. Sepupu Rasulullah SAW ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Abdullah bin Umar r.a, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang maupun anak panah.
 
Giliran Abdullah bin Rawahah r.a pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun memjemput beliau di medan peperangan.

Tsabit bin Arqam r.a mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang akan memimpin kaum muslimin. Maka pilihan mereka pun jatuh kepada Khalid bin Walid r.a. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi dari Khalid bin Walidlah – setelah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian yang cukup besar.

Pasca  pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah SAW.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla melalui hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3.000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.
 
Allah Azza wa Jalla berfirman :
Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Baqarah 2:249)

Para ulama sejarah tidak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka yang syahid tidak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang terbanyak. Padahal peperangan Mu’tah sangat lah sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid r.a menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, pedang hasil buatan Yaman.

Khalid bin Walid rahimahullah berkata, “Telah patah Sembilan pedang ditanganku, tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman.
 
Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci dari kalangan kaum Muhajirin yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah SAW yakni Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.
Sementara dari kalangan kaum Anshar, Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berlandaskan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini adalah saudara sekandung. Ditambah Amr bin Amir putra Sa’ad bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka berasal dari kaum Anshar. Dengan ini, jumlah syuhada bertambah menjadi 12 jiwa. Sedangkan kerugian dipihak Romawi Timur dan sekutunya berjumlah 20.000 jiwa.

Biografi singkat empat Khulafaur Rasyidin

  • Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang dari generasi yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sahabat Rasulullah Saw, dan juga khalifah pertama yang dibai’at (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw pada tahun 572 Masehi di Mekkah, berasal dari keturunan Bani Ta’im, salah satu suku Quraisy. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abu Quhafah.

Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk Mekkah dan kaum Quraisy lainnya mengikutinya (memeluk Islam).

Abu Bakar berarti ‘ayah si gadis’, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar Ash-Shiddiq (yang dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita Abu Bakar Ash-Shiddiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.

Menjelang wafatnya Rasulullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan posisi Nabi memimpin umat islam sepeninggalnya. Setelah wafatnya Rasulullah, maka melalui musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang kepemimpinan umat islam maka mereka memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim Syi’ah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu Bakar sebagai khalifah.

Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kadzab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad SAW, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW. Mereka beranggapan bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasulullah. Setelah usainya pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi Muhammad menyiarkan syi’ar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-orang kepercayaannya ke Byzantium dan Sassanid (Persia) sebagai misi menyebarkan agama Islam. Khalid bin Walid juga sukses menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah di masa kepemimpinan Abu Bakar.

Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 Masehi di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah pun digantikan oleh Umar bin Khattab. 


  • Umar bin Khattab

Umar bin Khatttab adalah salah seorang sahabat Nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran agama Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.

Beliau lahir di Mekkah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di kota Mekkah.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup demi menjaga kehormatan Umar.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

Di rumahnya, Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya yang keras ia pun berubah menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur’an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasulullah SAW. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Suriah.

Setelah wafatnya Rasulullah Saw, beliau merupakan salah satu sahabat yang sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah dimakamkannya Rasulullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya dan akan kembali sewaktu-waktu. Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut memakamkan Rasulullah.

Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634 Masehi, atas wasiat Abu Bakar, Umar pun ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh seluruh perwakilan muslim saat itu.

Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran Sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Suriah, Jordania, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya digantikan oleh Utsman bin Affan. 


  • Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang yang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti “yang memiliki dua cahaya”. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada tahun 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah SAW sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ”Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?” Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”.

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekkah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasulullah untuk menemui Abu Sufyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzaturriqa dan Perang Ghatafan berkecamuk, dimana Rasullullah SAW memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintahan Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid, membangun system irigasi untuk pertanian, menaklukan Suriah, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat dan dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
 
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang lebih memiliki kredibelitas. Namun hal ini banyak membuat sakit hati para pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasulullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.


  • Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw, dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Khulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syi’ah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syi’ah.

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasulullah SAW. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika Rasullullah SAW mulai menyebarkan agama Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasulullah Saw dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasulullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasulullah SAW adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang ilmu tersebut.

Saat Rasulullah Saw hijrah, beliau menggantikan Rasulullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani di dalam medan peperangan. Bersama Dzulfikar yakni pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
Setelah wafatnya Rasulullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syi’ah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakarlah yang diangkat menjadi khalifah pertama.

Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik dan pemerintahan Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibai’at beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibai’at secara luas. Namun kegentingan politik di negeri islam kala itu membuat Ali harus memikul tugas dan tanggung jawab yang berat untuk menyelesaikannya.
Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Shiffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar tentang kematian Utsman bin Affan telah membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sangat sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat ia mengimami shalat subuh di masjid Kufah, Irak pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.

Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah  di Damaskus dengan khalifah pertama Mu’awiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Kulafaur Rasyidin.