Pasukan Kekhalifahan
Rasyidin atau Pasukan Rasyidin adalah
kesatuan militer utama dalam angkatan bersenjata Kekhalifahan Rasyidin selama penaklukan Muslim pada abad ke-7. Pasukan Rasyidin bertugas
bersama Angkatan Laut Rasyidin. Pasukan Rasyidin merupakan pasukan tempur yang
memiliki tingkat kedisiplinan, keunggulan strategi dan organisasi yang tinggi.
Pada masanya, pasukan Rasyidin merupakan salah satu
pasukan militer yang paling kuat dan efektif di dunia. Jumlah prajurit dalam
pasukan Rasyidin pada awalnya berjumlah sekitar 13.000 tentara pada tahun 632,
namun seiring berkembangnya kekhalifahan jumlah tentaranya pun secara berangsur-angsur bertambah menjadi 120.000 orang pada tahun 657. Pasukan
Rasyidin dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu infanteri dan kavaleri ringan. Dua jenderal tersukses yang pernah
memimpin pasukan Rasyidin antara lain Khalid bin Walid yang menaklukan Mesopotamia Persia dan Suriah Romawi serta Amru bin Ash yang menaklukan Mesir Romawi.
Siasat utama yang digunakan oleh pasukan Rasyidin
adalah pengerahan infanteri dan pemanah untuk melakukan dan menjaga kontak
dengan pasukan musuh sementara kavaleri ditahan dulu hingga musuh sudah
sepenuhnya bergerak. Setelah seluruh pasukan musuh dikerahkan, pasukan cadangan
musuh ditahan oleh pasukan infanteri dan pemanah, sedangkan kavaleri digunakan
sebagai penjepit untuk menyerang musuh dari arah samping atau bahkan dari
perkemahan musuh.
Rekonstruksi perlengkapan militer yang digunakan oleh
pasukan Rasyidin cukup problematik. Jika dibandingkan dengan pasukan Romawi atau pasukan Muslim Abad Pertengahan pada masa selanjutnya, jangkauan
representasi visualnya sangat kecil dan seringkali tidak tepat serta sulit
diketahui asal waktunya. Hanya sedikit bukti fisik yang masih tersisa dan
bahkan sebagian besarnya sulit diketahui asal waktunya. Para prajurit Rasyidin
diketahui menggunakan helm besi dan perunggu bersegmen
yang berasal dari Irak dan merupakan helm jenis Asia Tengah. Bentuk standar untuk zirah perlindungan tubuh pasukan Rasyidin
adalah zirah cincin. Hauberk dan perisaianyaman kayu yang besar digunakan sebagai
perlindungan dalam pertempuran. Para prajurit Rasyidin biasanya dipersenjatai
dengan pedang yang digantungkan di baldrik. Mereka juga dilengkapi dengan tombak dan belati.
Pasukan
Hanya orang Muslim yang boleh bergabung dengan pasukan
Rasyidin sebagai tentara reguler. Pada Perang Riddah pada masa pemerintahan Kalifah Abu Bakar, pasukan Rasyidin banyak berisi
korps yang berasal dari Madinah, Mekkah dan Ta'if. Di
kemudian hari pada penaklukan Irak pada tahun 633, banyak korps badui yang
direkrut ke dalam pasukan sebagai tentara reguler. Selama penaklukan Islam
terhadap Persia Sassaniyah tahun 633-636, sekitar 12.000 prajurit elit Persia memeluk agama Islam dan kemudian
bertugas pada invasi berskala penuh terhadap kekaisaran tersebut. Selama
penaklukan Muslim terhadap Suriah Romawi pada tahun 633-638, sekitar 4.000 prajurit Bizantium Yunani di bawah komandan Theodor
George (kemudian
berganti nama menjadi Abdullah Joakhim) memeluk agama Islam dan bertugas
sebagai pasukan reguler dalam penaklukan di Anatolia dan Mesir. Selama penaklukan Mesir pada tahun 641-644, banyak orang Kristen Koptik yang memeluk Islam direkrut ke
dalam pasukan. Mereka ikut membantu penaklukan di daerah tersebut. Selama
penaklukan Afrika Utara, banyak orang Barbar yang memeluk Islam dan kemudian
direkrut sebagai pasukan reguler. Mereka kemudian menjadi bagian terbesar dalam
Pasukan Rasyidin dan di kemudian hari juga menjadi bagian terbesar dalam
pasukan Umayyah di Afrika.
Infantri
Pasukan Rasyidin sangat mengandalkan infantri mereka yang disebut Mubarizun. Infantri ini merupakan bagian
khusus dalam pasukan Muslim dan terdiri atas para prajurit elit. Tugas mereka
adalah membunuh para prajurit penting dalam pasukan musuh dengan tujuan melemahkan semangat pasukan musuh.
Para prajurit infantri biasanya melakukan gerakan maju dan mundur secara
berulang, yang dikenal sebagai karr wa farr dan menggunakan pedang dan tombak yang dikombinasikan dengan tembakan
panah untuk membuat musuh lemah dan kelelahan. Akan tetapi,
mereka biasanya juga menyimpan tenaga mereka untuk melakukan serangan balik
yang didukung oleh pasukan kavaleri, yang bertujuan mengepung dan mengelilingi
pasukan musuh. Jika dalam keadaan bertahan, para penombak Muslim yang membawa
tombak sepanjang dua setengah meter akan merapatkan barisan dan membentuk
tembok pertahanan yang disebut Tabi'a. Dari balik tembok pertahanan ini,
para pemanah menembakkan panah-panah mereka.
Salah satu penggunaan formasi rapat ini yang terkenal adalah ketika pasukan
infantri Rasyidin bertahan selama empat hari pertama pada Pertempuran Yarmuk.
Kavaleri
Kavaleri Rasyidin merupakan salah satu pasukan kavaleri ringan tersukes sepanjang sejarah. Mereka
bersenjatakan tombak yang dapat mencapai panjang sekitar lima setengah
meter, dan ditambah dengan pedang. Para penunggang kuda yang tergabung dalam
pasukan ini membawa tiga jenis pedang yaitu pedang pendek Arab, pedang panjang
Arab, dan Skimitar panjang Arab. Pada awalnya,
kavaleri digunakan sebagai pasukan cadangan dengan peran utamanya adalah
menyerang musuh ketika musuh sudah melemah oleh serangan pasukan infantri.
Pasukan kavaleri akan melakukan pergerakan untuk mengepung dan mengelilingi
musuh bisa dari sayap maupun langsung dari arah tengah, kemungkinan menggunakan
formasi berbentuk baji dalam serangannya. Beberapa contoh terbaik dalam
penggunaan kavaleri Rasyidin adalah ketika dipimpin oleh Khalid bin Walid pada Pertempuran Walaja melawan Kekaisaran Persia Sassaniyah serta pada Pertempuran
Yarmuk melawan Kekaisaran Bizantium. Pada kedua pertempuran tersebut,
resimen kavaleri pada awalnya ditempatkan di belakang sayap dan tengah pasukan.
Perlengkapan
Merekonstruksi perlengkapan militer pasukan Muslim
awal cukup problematis. Dibandingkan dengan pasukan Romawi atau pasukan Muslim Abad Pertengahan pada masa selanjutnya, penggambaran
visual untuk pasukan Rasyidin sangatlah sedikit, seringkali tidak tepat dan
sulit diketahui asal waktunya. Secara fisik hanya sedikit bukti materi yang
masih tersisa dan bahkan sebagian besarnya sulit ditentukan asal waktunya.
Sebagian besar perlengkapan militer Arab pra-Islam berasal dari Suriah, Irak, Armenia, dan Yaman. Selama masa-masa awal penaklukan para prajurit
Muslim juga mengambil sejumlah banyak perlengkapan militer dari musuh.
Ini adalah
kemungkinan perlengkapan pasukan elit Rasyidin. Untuk perlindungan, digunakan helm besi-perunggu, dan untuk zirahnya digunakan hauberkzirah cincin, serta zirah kulit. Sementara baldrik dipakai
sebagai tempat untuk menyimpan pedang.
Perlindungan
Pelindung kepala pasukan Rasyidin meliputi helm
bersepuh, ada yang berbentuk bulat dan ada yang berbentuk runcing, mirip dengan
helm perak Kekaisaran Sassaniyah. Helm yang berbentuk bulat, disebut juga
‘’Baidah’’ ("Telur"), adalah jenis helm standar Bizantium awal yang
terdiri atas dua bagian. Sementara helm lancip merupakan helm dari daerah Asia
Tengah yang disebut ‘’Tarikah’’. Pasukan Rasyidin memakai zirah cincin untuk melindungi wajah dan leher,
bisa sebagai aventail dari helm atau sebagai koif zirah cincin seperti yang dipakai oleh pasukan
Romawi-Bizantium sejak abad ke-5. Bagian wajah seringkali ditutup sebagian
dengan menggunakan sebagian serban, yang juga berguna untuk melindungi dari
angin gurun yang kuat.
Pada awalnya, pasukan Rasyidin menggunakan zirah sisik kulit yang diperkuat atau zirah lamelar, yang kedua jenis itu diproduksi di
Yaman, Irak, dan di sepanjang Teluk Persia. Ketika pasukan Rasyidin mulai
menaklukan kekaisaran-kekaisaran tetangganya, mereka menjadi lebih suka
menggunakan zirah cincin, yang biasanya diperoleh dengan cara mengambil dari
musuh sebagai bagian dari harta rampasan. Baju zirah ini dikenal sebagai Dir dan terbuka sebagian di bawah
dada. Supaya tidak karatan, baju zirah itu secara rutin dipoles dan disimpan
dalam cairan campuran pasir dan minyak. Prajurit infantri mengenakan lebih
banyak baju zirah daripada prajurit berkuda. Disebutkan juga bahwa ada prajurit
yang mengenakan dua lapis baju zirah (dir’ayn), lapisan yang kedua biasanya
lebih pendek dan seringkali dibuat dari kain atau kulit.
Sejumlah prajurit Rasyidin menggunakan perisai kayu atau perisai anyaman, namun sebagian besar perisai yang
digunakan terbuat dari kulit. Perisai jenis ini dibuat dari kulit unta atau sapi yang kemudian diminyaki, suatu
praktik yang dilakukan sejak masa Yahudi. Ketika pasukan Rasyidin menginvasi Levant, mereka berhasil memperoleh perisai kulit gajah yang direbut dari pasukan Bizantium. Sejak itu,
perisai kulit gajah banyak digunakan oleh para tentara Rasyidin.
Persenjataan
Untuk penyerangan, pasukan Rasyidin menggunakan
senjata berupa tombak, pedang, dan panah. Tombak yang digunakan oleh pasukan
Rasyidin merupakan tombak bergagang panjang yang dibuat secara lokal dari
gelagah yang didapat di pesisir Teluk Persia. Tombak yang dibawa oleh pasukan
infantri memiliki panjang sekitar dua setengah meter, sedangkan tombak untuk
pasukan kavaleri dapat mencapai panjang sekitar lima setengah meter.
Pasukan Rasyidin dilengkapi dengan senjata tambahan
berupa pedang, yang dianggap sebagai senjata paling bergengsi oleh
orang-orang Muslim awal. Pedang yang digunakan biasanya adalah pedang pendek
infantri, mirip dengan pedang gladius dari Romawi. Pedang pasukan Rasyidin yang
berkualitas tingg dibuat di Yaman dari besi wootz asal India. Selain pedang tersebut, disebutkan juga bahwa ada
prajurit Rasyidin yang membawa pedang India. Pedang yang lebih inferior dibuat
di seluruh Arab. Baik pedang Arab maupun pedang panjang Sassaniyah digunakan
oleh pasukan Rasyidin, namun sebagian besar pedang yang digunakan adalah skimitar (sejenis pedang dengan bilah
melengkung). Seringkali para prajurit berkuda dan infantri digambarkan memiliki
dua buah pedang, yaitu pedang pendek Arab dan pedang panjang Sassaniyah. Para
prajurit Rasyidin menyimpan menyimpan semua pedang mereka dalam baldrik. Senjata personal lainnya selain
pedang adalah pisau belati di garis pertahanan terakhir.
Busur panah yang digunakan oleh pasukan Rasyidin
dibuat secara lokal di berbagai tempat di Arab, dan yang paling terkenal adalah
busur dari Hijaz. Busur panah dibuat dari satu atau dua potong kayu yang
digabungkan menjadi satu. Panjangaya sekitar dua meter ketika tidak diikat,
mirip dengan busur panjang Inggris. Jangkauan guna maksimal untuk busur Arab tradisional
adalah sekitar 150 meter. Para pemanah Muslim awal merupakan pemanah infantri
yang terbukti sangat efektif melawan pasukan kavaleri musuh.
Ketika melakukan operasi pengepungan, pasukan Rasyidin
mengerahkan sejumlah besar katapel tempur. Di bawah pimpinan KalifahUmar bin Khattab, suatu menara kepung yang disebut Dababah juga digunakan. Menara kepung ini
dibuat dari kayu, bergerak dengan menggunakan roda dan terdiri atas beberapa
tingkat. Untuk menerobos dinding pertahanan, pasukan Rasyidin menggunakan pelantak tubruk. Para tentara Rasyidin membawa
pelantak tubruk ke bagian depan dinding pertahanan yang sedang dikepung, lalu
dinding pertahanan tersebut akan berusaha dihancurkan dengan alat ini. Ketika
usaha ini sedang dilakukan, para pemanah Rasyidin bertugas untuk menembakkan
panah ke arah musuh dengan tujuan melindungi pelantak tubruk dan para tentara
yang mendorongnya.
Organisasi
Pada tahun 637, dilakukan suatu reformasi
dalam organisasi pasukan Muslim. Ketika itu KhalifahUmar bin Khattab menetapkan pasukan militer sebagai
departemen negara. Dia adalah penguasa Muslim pertama yang melakukannya.
Awalnya, kebijakan dimulai dengan suku Quraisy dan kaum Anshar, lalu sistem ini diperluas sampai ke seluruh Jazirah
Arab serta kemudian mencakup orang-orang Muslim di daerah-daerah yang telah ditaklukan. Dibuat pula suatu
sistem untuk mendaftar siapa saja pria dewasa yang dapat dipanggil untuk
berperang selain itu sistem dan skala pemberian gaji juga diperbaiki. Semua
pria dewasa dapat masuk dalam pasukan tempur. Mereka dibagi menjadi dua
kategori, yaitu mereka yang memang tergabung dalam pasukan tempur reguler dan
mereka yang tidak tergabung sebagai prajurit reguler namun dapat dipanggil
masuk ke dalam pasukan jika dibutuhkan atau yang
biasa kita sebut sebagai tentara cadangan.
Gaji dibayarkan pada awal bulan Muharram, sedangkan tunjangan diberikan pada musim panen. Pasukan
Rasyidin biasanya diberikan gaji berupa uang. Berlawanan dengan negara-negara
di Eropa pasca-Romawi, pemberian tanah atau hak untuk
mengumpulkan pajak secara langsung dari pembayar tidak dianggap begitu penting.
Konsekuensi penting dari hal ini adalah bahwa pasukan secara langsung
bergantung pada negara untuk memperoleh nafkah yang berarti bahwa militer harus
mengendalikan peralatan negara. Promosi dalam pasukan dilakukan berdasarkan
lama masa tugas atau jasa yang istimewa. Perwira dipilih berdasarkan
penunjukkan dan bukan merupakan suatu tingkat jabatan. Perwira ditugaskan untuk
memimpin suatu pertempuran atau kampanye militer. Setelah operasi militer
selesai seorang perwira bisa saja dikembalikan ke pangkatnya yang sebelumnya.
Izin cuti diberikan kepada pasukan secara berkala.
Pasukan yang ditempatkan di daerah yang jauh boleh mengambil cuti setelah
bertugas selama empat bulan. Tiap korps pasukan ditemani oleh seorang petugas
perbendaharaan, akuntan, kadi, dan sejumlah penerjemah selain juga beberapa orang dokter dan ahli bedah. Ekspedisi dilakukan berdasarkan keadaan wilayah dan musim. Ekspedisi di
negara yang dingin dilakukan pada musim panas, dan ekspedisi di negara yang
panas dilakukan pada musim dingin. Pada musim semi, pasukan biasanya dikirim ke
daerah yang memiliki iklim yang menyegarkan serta padang rumput yang bagus.
Berdasarkan perintah setiap prajurit diharuskan untuk membawa serta beberapa
benda untuk keperluan pribadi. Benda-benda ini meliputi jarum, kapas, benang, gunting, dan kantung makanan. Khalifah Umar
bin Khattab memberikan penekanan khusus kepada para prajuritnya bahwa mereka
harus menguasai tiga keahlian, yaitu berkuda, memanah, dan berenang.
Pembagian
Pasukan Rasyidin diorganisir berdasarkan sistem desimal. Dalam pertempuran, pasukan dibagi
menjadi beberapa bagian atau seksi, yaitu:
- Qalb (قلب) atau Tengah
- Maimanah (ميمنه) atau Sayap kanan
- Maisarah (ميسرة) atau Sayap kiri
Tiap bagian dipimpin oleh seorang komandan dan
masing-masing bagian saling terpisah sejauh kira-kira 150 meter. Setiap satuan
suku memiliki pemimpin tersendiri yang disebut Arif. Dalam satuan semacam ini ada komandan untuk 10 prajurit, 100
prajurit, dan 1000 prajurit. Satuan yang terdiri atas 1000 prajurit menjadi
satu resimen. Pengelompokkan resimen untuk
membentuk pasukan yang lebih besar cukup fleksibel dan beragam tergantung pada
keadaannya. Para Arif juga dikelompokkan di bawah seorang komandan
yang disebut Amir-ul-Ashar. Para
Amir-ul-Ashar bertugas di bawah perintah seorang komandan seksi, yang juga berada
di bawah komando panglima yang disebut Amir-ul-jaish.
Komponen pasukan lainnya antara lain:
- Rijal (الرجال) atau Infantri
- Forsan (فرسان) atau Kavaleri
- Ramat (الرامي) atau Pemanah
- Thalaiah (طليعة) atau Pasukan patroli yang bertugas mengawasi pergerakan musuh
- Rukban (ركبان) atau Korps unta
- Nahab al-Mufan (نهب المؤن) atau Kelompok pencari sumber daya
Pusat militer
Pusat militer yang dikenal sebagai jund (جند) pertama kali didirikan oleh
Khalifah Umar Bin Khattab untuk tujuan administrasi pasukan. Pusat militer ini
didirikan di antaranya di Madinah, Kufah, Basrah, Mosul, Fustat, Damaskus, Yordania dan Palestina. Di pusat militer, dibangun barak untuk tempat bermukim bagi para prajurit. Di pusat
militer juga dibangun kandang kuda besar untuk menyimpan sekitar empat ribu ekor kuda yang terlengkapi penuh dan selalu dipersiapkan bahkan
jika ada kebutuhan yang mendadak. Pasukan bantuan dikirimkan dari jund
ini untuk menyokong pasukan utama. Semua catatan yang berkenaan dengan pasukan
disimpan di tempat ini. Selain itu, pusat militer juga digunakan untuk
menyimpan perbekalan makanan dari komisariat dan dari tempat inilah suplai
makanan dikirim ke berbagai tempat.
Selain pusat militer, kantonmen juga didirikan di kota-kota besar
dan tempat-tempat yang sangat strategis. Dalam mendirikan kantonmen dan
membangun barak, keadaan iklim dan sanitasi di daerah yang bersangkutan amat
diperhitungkan. Peraturan khusus dibuat berkenaan dengan jalanan di kantonmen
dan Khalifah Umar Bin Khattab mengeluarkan instruksi yang isinya adalah
ketentuan mengenai lebar jalan di kantonmen.
Pergerakan
Ketika pasukan Rasyidin melakukan perjalanan, mereka
selalu berhenti dulu pada hari Jum'at. Dalam bergerak, perjalanan pada siang
hari tidak boleh terlalu lama supaya tidak terlalu membuat pasukan kelelahan.
Jalur perjalanan dipilih berdasarkan ketersediaan sumber air dan kebutuhan
lainnya. Salah satu ciri penting dari pasukan Rasyidin adalah bahwa mereka
merupakan pasukan yang tidak bergantung pada jalur komunikasi. Di belakang mereka tidak
terbentang jalur suplai, karena mereka tidak memiliki basis logistik. Pasukan
ini tidak dapat diputus dari suplainya, karena memang tidak memiliki depot
suplai. Di bawah Departemen Pasukan, ada DepartemenKomisariat tersendiri. Seluruh perbekalan makanan dikumpulkan di satu tempat dan
dibawa bersama pasukan.
Pasukan Rasyidin tidak membutuhkan jalan khusus ketika
melakukan perjalanan, karena mereka tidak menggunakan gerobak dan segala barang-barang dibawa dengan menggunakan unta. Dengan demikian, pasukan Rasyidin dapat pergi ke
manapun dan melintasi jenis medan apapun asalkan ada jalur yang dapat dilalui oleh
manusia dan hewan. Ini memberikan pasukan Rasyidin keunggulan yang sangat
penting atas pasukan Bizantium dan Persia dalam hal mobilitas dan kecepatan.
Dalam melakukan pergerakan, pasukan Rasyidin berarak
seperti rombongan kafilah dan memberikan kesan bagaikan
gerombolan yang tak tertembus dari sudut pandang keamanan militer,hal ini pada hakekatnya tidak dapat
diserang dengan mudah. Rombongan pasukan dipimpin di bagian depan oleh pasukan
pengawal yang terdiri atas satu atau lebih resimen. Kemudian
di belakangnya ada rombongan inti pasukan dan mereka diikuti oleh perempuan,
anak-anak, serta barang perbekalan yang diangkut menggunakan unta. Bagian ujung
belakang rombongan dijaga oleh pasukan pengawal lainnya. Pada perjalanan yang
panjang, kuda-kuda dikerahkan untuk memimpin di depan namun jika
ada ancaman bahaya sergapan oleh musuh dalam perjalanan kuda-kuda tersebut akan
ditunggangi dan pasukan kavaleri tersebut dengan demikian akan
bertugas sebagai pengawal depan atau bisa juga menjadi pengawal belakang atau bahkan bisa diposisikan lebih
melebar ke samping di bagian sayap, semua tergantung pada arah dari mana kira-kira
bahaya terbesar mengancam. Jika dibutuhkan keseluruhan pasukan dapat menghilang
dalam waktu sekitar satu jam dan mengamankan diri di daerah yang jauh yang
medannya tidak dapat dijangkau oleh pasukan besar lainnya.
Ketika melakukan pergerakan, pasukan Rasyidin dibagi
ke dalam beberapa bagian, yaitu:
- Muqaddimah (مقدمة) atau Garda depan
- Qalb (قلب) atau Tengah
- Al-khalf (الخلف) atau Belakang
- Al-mou'akhira (المؤخرة) atau Garda Belakang
Dalam perjalanan, sebagian besar orang menunggangi unta
dan yang lainnya menunggangi kuda. Ini membuat pergerakan mereka menjadi lebih
cepat jika dibandingkan dengan musuh-musuhnya, yaitu pasukan Bizantium dan
Persia.
Strategi
Strategi dasar dalam pasukan Muslim awal untuk
menaklukan musuh-musuhnya adalah dengan cara memanfaatkan segala kelemahan dan
kekurangan yang dimiliki oleh lawannya dengan tujuan memperoleh kemenangan
dengan mengurangi kerugian sampai seminimal mungkin. Ini karena dalam hal
kualitas dan kekuatan, pasukan Rasyidin pada awalnya masih berada di bawah pasukan Persia Sassaniyah maupun pasukan Bizantium. Khalid bin Walid, jenderal Muslim pertama dalam Kekhalifahan Rasyidin yang menaklukan daerah asing, selama kampanye
militernya melawan Kekaisaran Persia Sassaniyah (Irak 633 - 634) dan Kekaisaran Bizantium (Suriah 634 - 638) mengembangkan siasat
brilian yang dia gunakan secara efektif baik dalam melawan pasukan Sassaniyah
maupun pasukan Bizantium. Kelemahan utama pasukan Sassaniyah dan Bizantium
adalah bahwa mereka kurang dalam hal mobilitas. Khalid bin Walid memutuskan
untuk menggunakan mobilitas pasukan Rasyidin untuk memanfaatkan kelemahan dalam
pasukan Sassaniyah dan pasukan Bizantium. Meskipun hanya sebagian satuan dalam
pasukan Rasyidin yang merupakan pasukan kavaleri murni, namun keseluruhan pasukan
menggunakan unta ketika melakukan pergerakan. Khalid bin Walid dan para
jenderal Muslim setelahnya juga berhasil memanfaatkan para prajurit Muslim yang
memiliki kemampuan bertarung dan bertempur dengan kualitas yang sangat baik,
ini terutama karena sebagian besar prajurit dalam pasukan Rasyidin merupakan suku Badui yang ahli dalam menggunakan pedang ataupun senjata lainnya.
Pasukan kavaleri ringan Muslim pada masa-masa akhir penaklukan Islam di Levant menjadi bagian paling kuat dalam pasukan Rasyidin.
Penggunaan terbaik dari kavaleri bergerak cepat yang berzirah ringan ini
terjadi pada Pertempuran Yarmuk (636 M) yang ketika itu Khalid bin Walid, yang
mengetahui kegunaan dan kemampuan kavalerinya mengerahkan pasukan kavaleri itu
untuk memutarbalikkan keadaan pada setiap kondisi kritis dalam pertempuran. Ini
dapat dilakukan karena pasukan kavaleri Rasyidin memiliki kemampuan untuk
mundur dan maju dan memutar balik dan menyerang lagi dari sayap ataupun dari
belakang, dan semua manuver itu dapat dilakukan dengan cepat. Resimen kavaleri
yang kuat dibentuk oleh Khalid bin Walid yang meliputi para veteran dalam kampanye Irak dan Suriah. Para
sejarawan Muslim awal menamainya mutaharrik
tulaiha ( متحرك طليعة ), atau pengawal berkuda. Satuan ini
dikerahkan sebagai garda terdepan dan berperang sebagai suatu pasukan penyerang
yang kuat untuk memukul mundur pasukan musuh. Satuan ini memiliki mobilitas
yang sangat tinggi sehingga memperoleh keunggulan ketika bermanuver melawan
pasukan musuh, misalnya pasukan Bizantium. Dengan pasukan
penyerang berkuda ini, pasukan Rasyidin berhasil menaklukan Suriah dengan cukup
mudah.
Strategi terkenal lainnya yang dikembangkan oleh
Khalid bin Walid dan kemudian diikuti oleh para jenderal lainnya, yaitu bahwa
pasukan Rasyidin tidak boleh bergerak terlalu jauh dari gurun ketika ada
pasukan musuh dalam jarak serang dari bagian belakangnya. Gagasannya adalah
untuk melakukan pertempuran di dekat gurun, dengan jalur kabur yang aman jika
seandainya pasukan Rasyidin dikalahkan. Daerah gurun bagi pasukan Rasyidin merupakan suatu daerah yang
sangat aman karena pasukan Sassaniyah ataupun pasukan Bizantium tidak akan
terlalu berani menjelajahi gurun. Selain itu, di gurun pasukan Rasyidin yang
menggunakan unta dapat bergerak dengan mudah, cepat, dan bebas ke tujuan manapun
yang mereka inginkan. Menggunakan strategi yang sama selama penaklukan Irak dan
Suriah, Khalid Bin Walid tidak mengerahkan pasukannya terlalu jauh ke Irak
maupun Suriah sampai pasukan musuh tak lagi memiliki kemampuan untuk mengancam
jalur pasukan Rasyidin menuju gurun. Alasan lainnya kenapa pasukan Rasyidin
selalu berusaha memiliki jalur menuju gurun adalah karena itu memudahkan
komunikasi dan pengerahan pasukan bantuan.
Setelah Kekaisaran Bizantium menjadi lemah dan
Kekaisaran Sassaniyah telah benar-benar dihancurkan, para jenderal Muslim pada
masa selanjutnya bebas untuk menggunakan strategi dan siasat apapun untuk
mengalahkan pasukan musuh lainnya tapi biasanya mereka tetap saja memanfaatkan
keunggulan mobilitas pasukan Rasyidin untuk mencegah konsentrasi pasukan musuh
dalam jumlah besar.
Sebelum kampanye militer dilakukan, Khalifah Abu Bakar biasanya memberikan informasi dan
instruksi kepada para jenderalnya, terutama mengenai misi mereka, daerah
geografis tempat misi akan dilakukan, serta sumber daya yang tersedia untuk
tujuan tersebut. Setelah itu Abu Bakar akan memberikan kebebasan kepada para
jenderalnya untuk menyelesaikan misi mereka dengan cara apapun yang mereka
inginkan. Akan tetapi, Khalifah Umar bin Khattab pada masa-masa akhir
kekhalifahannya biasanya mengarahkan para jenderalnya mengenai di mana mereka
akan bertahan dan kapan mereka harus bergerak menuju sasaran mereka serta siapa
saja yang akan memimpin sayap kanan dan sayap kiri pasukan dalam pertempuran-pertempuran
tertentu. Ini menjadikan proses penaklukan menjadi lebih lambat namun membuat
kampanye militer menjadi lebih terorganisir. Sementara Khalifah Utsman bin Affan menggunakan metode yang sama
seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar. Dia memberikan misi kepada para
jenderalnya kemudian memberi kebebasan kepada mereka mengenai bagaimana mereka
akan melakukannya. Khalifah Ali bin Abi Thalib juga mengikuti metode tersebut.
Intelijen dan spionase
Satuan mata-mata merupakan departemen yang paling
berkembang dalam pasukan. Satuan ini terbukti memberikan banyak kontribusi
selama kampanye pasukan Rasyidin. Satuan spionase (جاسوسية) dan intelijen pertama kali diorganisir oleh
jenderal Muslim yang brilianKhalid ibn Walid, ketika melaksanakan kampanye penaklukan di Irak. Di kemudian hari, ketika dia dipindahkan ke front Suriah dia kembali mengorganisir departemen spionase di sana. Seiringberjalannya waktu satuan spionase ini menjadi
bagian penting dalam pasukan dan menjadi satu departemen terpisah yang bertugas
mencari informasi mengenai pergerakan dan kegiatan musuh. Satuan ini terdiri
atas penduduk lokal di daerah-daerah yang telah ditaklukan. Mereka sangat
terorganisir dan imbalan diberikan sesuai hasil kerja para mata-mata itu. Para
anggota satuan spionase juga ada yang ditempatkan bersama tiap satuan lainnya
dalam pasukan Rasyidin. Mereka bertugas mengamati pasukan dan memberikan
laporan kepada khalifah mengenai segala sesuatu yang berkenaan dengan pasukan
Rasyidin.
Aturan dan etika
Prinsip utama dalam Al Qur'an yang berkenaan dengan pertempuran
adalah bahwa komunitas lainnya harus diperlakukan seperti halnya komunitas
sendiri. Pertempuran dibenarkan untuk pertahanan diri untuk menolong Muslim lainnya dan
jika musuh melakukan pelanggaran terhadap suatu kesepakatan. Pertempuran harus
dihentikan jika alasan atau keadaan yang membenarkan pertempuran sudah tak ada
lagi. Selama hidupnya, Nabi Muhammad SAW memberikan berbagai perintah kepada
pasukannya dan mengadopsi praktik peraturan perang. Peraturan-peraturan yang paling
penting dirangkum oleh sahabat Nabi, Abu Bakar As-Shiddiq dalam bentuk sepuluh peraturan bagi
Pasukan Rasyidin. Peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
“
|
Dengarkan, wahai orang-orang, karena aku akan memberitahukan
kepadamu sepuluh peraturan untuk membimbingmu dalam medan perang. Jangan
melakukan pengkhianatan dan jangan menyimpang dari jalan yang benar. Kalian
tidak boleh memutilasi mayat musuh. Jangan membunuh anak-anak, ataupun
perempuan, ataupun orang tua. Jangan merusak pepohonan, dan jangan pula
membakarnya, terutama pepohonan yang subur. Jangan membunuh hewan ternak
musuh, kecuali untuk dijadikan makanan. Kalian harus mengampuni orang-orang
yang mengabdikan diri mereka untuk urusan keagamaan; jangan ganggu mereka.
|
”
|
Peraturan ini dihormati oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab yang pada masa pemerintahannya
(634–644) terjadi banyak penaklukan Muslim yang penting. Lebih jauh lagi pada Pertempuran Shiffin, Khalifah Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa Islam tidak mengizinkan Muslim untuk
menghentikan pasokan air musuh. Selain peraturan oleh para KhalifahRasyidin, hadits dariNabi Muhammad sendiri menunjukkan bahwa dia
menyatakan hal berikut berkenaan dengan penaklukan Muslim di Mesir:
"Kamu
akan memasuki Mesir suatu tanah di mana qirat (satuan uang)
digunakan. bersikap baiklah karena mereka memiliki hubungan kedekatan dan
pernikahan dengan kita."
"Ketika
kamu memasuki Mesir setelah kematianku, rekrutlah banyak prajurit dari kalangan
orang Mesir karena mereka adalah prajurit
terbaik di bumi, karena mereka dan istri-istri mereka secara permanen bertugas
hingga Hari Kiamat."
"Bersikap
baiklah kepada orang Koptik di Mesir; kamu akan menaklukan mereka, tapi mereka
akan menjadi pertolongan dan bantuan bagimu."
Jenderal
- Khalid ibn Walid
- Amru bin Ash
- Abu Ubaidah bin al-Jarrah
- Sa'ad bin Abi Waqqas
- Yazid bin Abu Sufyan
- Shurhabil bin Hasana
- Qa'qa bin Amr
- Zirrar bin Azwar
- Asim bin Amr
- Abdullah bin Aamir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar