Kapal induk (bahasa
Inggris: carrier vessel, CV) adalah sebutan untuk kapal perang
yang dapat memuat dan menampung pesawat
tempur dalam jumlah
yang besar.
Tugasnya adalah memindahkan kekuatan udara ke dalam armada angkatan laut
sebagai pendukung operasi-operasi yang
dilaksanakan oleh angkatan laut. Selain itu juga digunakan sebagai pusat komando operasi dan
sebagai kekuatan detterence atau memberikan efek gentar pada lawan.
Sebagai kapal yang membawa pesawat, kapal induk memiliki fleksibilitas tempur
yang lebih tinggi dibanding jenis kapal perang lainnya. Selain kegunaan tempur,
kapal induk juga memiliki fungsi-fungsi lain seperti pengintaian, superioritas
udara, atau memberikan bantuan SAR. Saat tsunami Aceh tahun 2004, Angkatan Laut
Amerika Serikat menurunkan 1 kapal induknya dalam memberikan bantuan
kemanusiaan kepada para korban, mencari orang-orang hilang, dan mengangkut
jenazah-jenazah para korban.
Sejarah kapal induk
Kapal induk
pertama kali digunakan oleh Angkatan Laut Inggris, namun sampai
menjelang perang dunia kedua negara-negara barat termasuk Amerika Serikat masih
enggan menggunakannya sebagai kekuatan Angkatan laut utama. Konsep konvensional
armada angkatan laut saat itu didominasi oleh Kapal Penjelajah Berat/Kapal
Tempur (Battleship), Kapal Jelajah, Kapal Perusak (Destroyer) dengan ukuran meriam yang
cukup besar. Hal ini memang disebabkan bahwa kapal
induk dipandang cukup rentan dan riskan bila digunakan dalam operasi maritim.
Pihak yang pertama kali menggunakan
Kapal Induk untuk pertempuran adalah Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang menggunakan
kapal Induk secara efektif pada awal perang dunia II. Akibat perjanjian maritim
antara Inggris, Amerika dan Jepang serta Perancis dan
Jerman disepakati rasio tonase 5:5:3:1,5:1,5 untuk USA, Inggris, Jepang,
Perancis dan Jerman membuat Jepang mengakalinya dengan membuat kapal induk
ukuran sedang tetapi dilengkapi kekuatan udara yang mematikan sekalipun menuai
kemarahan dari pihak militer sendiri. Bukti dari rekayasa Jepang adalah
serangan atas Pearl Harbour 9 Desember 1941 yang menyadarkan Barat akan fungsi
kapal induk yang dapat melakukan serangan mematikan atas instalasi sasaran
lawan. Saat mulainya Perang Pasifik, Jepang memiliki 6 kapal induk yaitu Akagi,
Kaga, Soryu, Hiryu, Shokaku, dan Zuikaku serta
memiliki 2 kapal induk
ringan yaitu Hosho dan Ryujo. Jepang kehilangan 4 kapal induknya pada
Pertempuran Midway, yaitu Akagi, Kaga, Soryu, dan Hiryu. Sejak saat itu,
ofensif-ofensif Jepang menggunakan kapal induk sudah dihentikan dan menjadi
tidak berarti lagi.
Negara-negara pengguna kapal induk
Negara-negara yang pernah menggunakan kapal induk
Jenis-jenis kapal induk
- Dari segi propulsi
Dari segi bahan bakar
terdapat dua jenis kapal induk yakni:
Kapal Induk ini
menggunakan mesin bertenaga nuklir yang diperoleh dari reaktor
nuklir yang berada pada kapal tersebut yang dihubungkan dengan turbin uap.
Tenaga uap yang dihasilkan kapal Induk tersebut selain sebagai penggerak kapal
juga digunakan sebagai sumber tenaga listrik serta tenaga uapnya digunakan
sebagai pengatur tekanan pada catapult kapal induk untuk meluncurkan pesawat.
Untuk Armada Amerika serikat kapal ini diberi kode CVN (Carrier Vessel
Nuclear) sebagai contoh kapal Induk nuklir adalah USS Ronald
Reagan, USS Kitty Hawk, USS Enterprise.
Kapal induk ini
menggunakan mesin bertenaga diesel contohnya adalah 25 de Mayo (Argentina), Giuseppe Garibaldi (Italia), RTN Chakri Narruebet
(Thailand). Untuk Armada Amerika Serikat biasanya digunakan kode CV dan pada
saat ini jarang digunakan.
- Teknis Peluncuran Pesawat
1. Kapal Induk Konvensional (CTOL/Conventional Take Off
Landing)
Kapal induk
jenis ini biasanya berukuran besar karena geladaknya digunakan sebagai tempat
pendaratan dan peluncuran pesawat secara convensional (biasa). Dilengkapi
dengan catapult untuk meluncurkan pesawat dan kabel arrester (penahan) untuk
membantu pendaratan pesawat, karena panjang geladak kapal induk lebih pendek
daripada panjang landasan di pangkalan. Selain tempat parkir pesawat ada pula ruangan yang berada pada lambung kapal sebagai tempat untuk menyimpan pesawat. Kapal Induk yang digunakan US Navy
rata rata adalah kapal induk jenis ini. Contoh : USS Ronald Reagan, USS
John F Kennedy. Kiev (Rusia), 25 de Mayo (Argentina), Foch
dan Charles de Gaulle (Perancis).
2. Kapal Induk STOVL (Short Take Off Vertikal Landing)
Kapal induk ini
biasanya berukuran sedang/ringan, memiliki Sky Jump yang digunakan untuk
meluncurkan pesawat dan pendaratan pesawat dilakukan secara vertikal. Oleh
karena itu pesawat-pesawat yang digunakan adalah pesawat-pesawat tempur jenis khusus semacam AV-8 Harrier (USA) , Harrier II Plus
(Inggris), Yak 38 Forger, Yak 141 Freehand (Rusia) ataupun Helikopter. Pada
pesawat tempur Rusia biasanya dilengkapi laser untuk memudahkan pendaratan.
Hampir kebanyakan negara menggunakan kapal Induk Jenis ini karena memerlukan
biaya perawatan dan operasional yang lebih rendah daripada kapal induk jenis
CTOL. Contoh dari Kapal Induk Jenis ini adalah: HMS Invincible dan HMS Ark Royal (Inggris), Giuseppe Garibaldi (Italia), Prince de Asturias
(Spanyol), Viraat dan Vikrant (India), Novorossysk (Rusia), Chakri Narruebet (Thailand), USS Tarrawa (USMC/United State Marine
Corps).
Dari segi Fungsional
- Kapal Induk Armada
- Kapal Induk Escort
Desain Kapal Induk
Dengan adanya pemusatan populasi di daerah dekat lautan, keberadaan AL dapat mempengaruhi peristiwa dunia. Serangan dari laut merupakan salah satu hal vital dalam strategi militer. AL dapat menyediakan sarana bagi angkatan lain untuk melakukan penyerangan lanjutan, seperti ”tempat tinggal” yang aman bagi tentara, pelabuhan dan lapangan terbang di lautan. Hal ini dapat dipenuhi dengan adanya kapal induk.
Dengan adanya pemusatan populasi di daerah dekat lautan, keberadaan AL dapat mempengaruhi peristiwa dunia. Serangan dari laut merupakan salah satu hal vital dalam strategi militer. AL dapat menyediakan sarana bagi angkatan lain untuk melakukan penyerangan lanjutan, seperti ”tempat tinggal” yang aman bagi tentara, pelabuhan dan lapangan terbang di lautan. Hal ini dapat dipenuhi dengan adanya kapal induk.
Sebuah kapal induk dapat mengangkut lebih dari 80 pesawat dan 2000 tentara. Sebuah kapal induk dengan 50 pesawat militer dapat mengirimkan lebih dari 150 serangan sehari terhadap target di daerah pesisir. Akan tetapi, target dengan jarak yang relatif jauh masih dapat diserang, bukan hanya di daerah pesisir. Sebuah kapal induk biasanya membawa stok bom lebih dari 4.000 buah.
Desain Kapal Induk
Bridge (“Jembatan”) adalah posisi kontrol
primer untuk setiap kapal ketika kapal sedang dalam perjalanan dan tempat
dimana semua perintah dan komando berefek pada kapal, gerakannya dan rute-nya.
Seorang Officer of the Deck (OOD) selalu berada pada bridge ketika kapal dalam
perjalanan. Setiap OOD melakukan pengawasan selama 4 jam dan merupakan orang
yang ditunjuk oleh Commanding Officer (CO) untuk bertanggung jawab atas kapal
tersebut. OOD bertanggung jawab atas keselamatan dan operasi kapal, termasuk
navigasi, pengendalian kapal, komunikasi, tes rutin dan inspeksi, laporan,
supervisi dari team pengawas dan menyelesaikan rencana di hari itu. Juga di
dalam bridge, terdapat Jurumudi yang mengendalikan kapal, dan lee helmsman
(asisten jurumudi) yang mengoperasikan kontrol perintah mesin, mengatakan
kepada awak ruang mesin bagaimana kecepatan kapal. Ada juga pengintai dan Boatswains
Mate of the Watch (BMOW/Kepala Kelasi) yang mensupervisi Jurumudi, lee
helmsman, dan pengintai. Quartermaster of the Watch membantu OOD dalam navigasi,
melaporkan semua perubahan cuaca, temperatur dan pembacaan barometer, serta
menyimpan catatan kapal.
Combat Direction Center (CDC) adalah mata dan telinga kapal, dengan sistem deteksi udara berbasis komputer canggih. 4 modul perang dalam CDC mengumpulkan data spesifik dan mengirimkannya ke Tactical Action Officer (TAO) dimana data ini ditampilkan secara real time pada layar komputer besar. TAO menggunakan informasi ini untuk membantu Kapten dalam mempertahankan kapal dari serangan dan mengerahkan pesawat untuk misi penyerangan.
Primary Flight Control ("Pri-Fly"=Kontrol Penerbangan Primer) adalah menara kontrol untuk operasi penerbangan pada kapal induk. Di sini ”Air Boss” (Boss Udara) mengontrol semua lepas landas, pendaratan, mengontrol seluruh pesawat yang berada di udara sekitar kapal, dan pergerakan pesawat di dek penerbangan, yang menyerupai koreografi balet yang indah.
Fungsi primer dari Hangar Bay adalah untuk menyimpan dan area perbaikan untuk pesawat terbang. Hampir setengah dari 75 pesawat yang berada di kapal induk, dapat disimpan di Hangar Bay. Pesawat diangkat dari hangar Bay ke Dek Penerbangan dengan menggunakan salah satu elevator pesawat. Setiap empat elevator ujung dek dapat mengangkat 2 pesawat terbang dari hangar bay ke dek penerbangan dalam beberapa detik. Kru dek penerbangan dapat meluncurkan 2 pesawar dan mendaratkan 1 pesawat setiap 37 detik di siang hari dan 1 per menit di malam hari. Dek penerbangan sering disebut sebagai salah satu tempat yang paling berbahaya di dunia karena banyaknya pesawat berperforma tinggi yang meluncur dan mendarat di area terkurung yang relatif sempit.
Dari 4 ketapel-nya, sebuah kapal induk dapat meluncurkan sebuah pesawat dalam 20 detik. Ketapel mempunyai panjang 300 kaki (91,4 m) dan terdiri dari piston besar di bawah dek. Di atas dek, hanya sebuah alat kecil yang ”memegang” nose gear pesawat. Ketapel mempunya dua baris slot pipa silinder di bawah dek peluncuran. Ketika pesawat siap lepas landas, ”pemegang” pesawat mengatur pesawat ke ketapel dan mengaitkan ketapel ke nose gear pesawat. Pada setiap nose gear pesawat ada sebuah palang-T yang menarik pesawat turun ke ketapel. Palang di nose gear pesawat ini terpasang ke sebuah pintalan menonjol dari dek penerbangan dan terhubung ke sepasang piston di bawah dek. Sebuah alat penahan yang terpasang di nose gear menahan pesawat di tempat ketika tekanan piston terjadi. Setelah pengecekan terakhir, pilot meningkatkan mesin pesawat ke tingkat maksimal. Ketika pesawat berada pada kondisi mesin berkekuatan penuh, ketapel dilepaskan (ditembakkan), yang mengakselerasi pesawat dari 0 ke 160 knots di bawah 2 detik.
Pesawat kembali mendarat pada landasan melalui proses yang dikenal dengan ”arrested landing”. Tujuan dari pendaratan adalah bahwa pilot harus mengaitkan ”tailhook” pada satu dari empat kabel penangkap yang melintang di atas dek. Kabel-kabel ini terhubung pada mesin penangkap, alat hidrolis-mekanis besar yang menggulung kabel yang tertarik(akibat pendaratan pesawat) dan menyerap momentum pesawat. Ketika mendekat, kecepatan pesawat dipertahankan sedikit di atas stall speed”. Jika pesawat menyentuh dek, pilot segera meningkatkan kekuatan mesin hingga penuh, dengan tujuan, jika kait gagal menjangkau kabel, pesawat mempunyai tenaga yang cukup untuk kembali mengudara dan mencoba lagi.
Combat Direction Center (CDC) adalah mata dan telinga kapal, dengan sistem deteksi udara berbasis komputer canggih. 4 modul perang dalam CDC mengumpulkan data spesifik dan mengirimkannya ke Tactical Action Officer (TAO) dimana data ini ditampilkan secara real time pada layar komputer besar. TAO menggunakan informasi ini untuk membantu Kapten dalam mempertahankan kapal dari serangan dan mengerahkan pesawat untuk misi penyerangan.
Primary Flight Control ("Pri-Fly"=Kontrol Penerbangan Primer) adalah menara kontrol untuk operasi penerbangan pada kapal induk. Di sini ”Air Boss” (Boss Udara) mengontrol semua lepas landas, pendaratan, mengontrol seluruh pesawat yang berada di udara sekitar kapal, dan pergerakan pesawat di dek penerbangan, yang menyerupai koreografi balet yang indah.
Fungsi primer dari Hangar Bay adalah untuk menyimpan dan area perbaikan untuk pesawat terbang. Hampir setengah dari 75 pesawat yang berada di kapal induk, dapat disimpan di Hangar Bay. Pesawat diangkat dari hangar Bay ke Dek Penerbangan dengan menggunakan salah satu elevator pesawat. Setiap empat elevator ujung dek dapat mengangkat 2 pesawat terbang dari hangar bay ke dek penerbangan dalam beberapa detik. Kru dek penerbangan dapat meluncurkan 2 pesawar dan mendaratkan 1 pesawat setiap 37 detik di siang hari dan 1 per menit di malam hari. Dek penerbangan sering disebut sebagai salah satu tempat yang paling berbahaya di dunia karena banyaknya pesawat berperforma tinggi yang meluncur dan mendarat di area terkurung yang relatif sempit.
Dari 4 ketapel-nya, sebuah kapal induk dapat meluncurkan sebuah pesawat dalam 20 detik. Ketapel mempunyai panjang 300 kaki (91,4 m) dan terdiri dari piston besar di bawah dek. Di atas dek, hanya sebuah alat kecil yang ”memegang” nose gear pesawat. Ketapel mempunya dua baris slot pipa silinder di bawah dek peluncuran. Ketika pesawat siap lepas landas, ”pemegang” pesawat mengatur pesawat ke ketapel dan mengaitkan ketapel ke nose gear pesawat. Pada setiap nose gear pesawat ada sebuah palang-T yang menarik pesawat turun ke ketapel. Palang di nose gear pesawat ini terpasang ke sebuah pintalan menonjol dari dek penerbangan dan terhubung ke sepasang piston di bawah dek. Sebuah alat penahan yang terpasang di nose gear menahan pesawat di tempat ketika tekanan piston terjadi. Setelah pengecekan terakhir, pilot meningkatkan mesin pesawat ke tingkat maksimal. Ketika pesawat berada pada kondisi mesin berkekuatan penuh, ketapel dilepaskan (ditembakkan), yang mengakselerasi pesawat dari 0 ke 160 knots di bawah 2 detik.
Pesawat kembali mendarat pada landasan melalui proses yang dikenal dengan ”arrested landing”. Tujuan dari pendaratan adalah bahwa pilot harus mengaitkan ”tailhook” pada satu dari empat kabel penangkap yang melintang di atas dek. Kabel-kabel ini terhubung pada mesin penangkap, alat hidrolis-mekanis besar yang menggulung kabel yang tertarik(akibat pendaratan pesawat) dan menyerap momentum pesawat. Ketika mendekat, kecepatan pesawat dipertahankan sedikit di atas stall speed”. Jika pesawat menyentuh dek, pilot segera meningkatkan kekuatan mesin hingga penuh, dengan tujuan, jika kait gagal menjangkau kabel, pesawat mempunyai tenaga yang cukup untuk kembali mengudara dan mencoba lagi.
Lampu-lampu
Meatball
(bakso) menolong pilot untuk membuat garis pendaratan. Di tengah terdapat lampu
merah dan amber dengan lensa Fresnel. Jika lampu terlihat berada di atas palang
horizontal hijau, maka pilot terlalu tinggi, jika di bawahnya, pilot terlalu
rendah, dan jika lampu merah menyala, maka pilot sangat rendah. Jika lampu
merah menyala pada kedua sisi palang vertikal amber, maka pendaratan
dibatalkan.
Desain pesawat Angkatan Laut dimulai dengan airframe dan roda pendaratan, yang mampu
menahan goncangan dan tekanan setiap kali lepas landas dan mendarat. Setiap
pesawat jenis ini mempunyai pengait ekor (tailhook), sebuah pengait terpasang
di palang 8kaki memanjang di bagian belakang pesawat. Dengan pengait ini, pilot
harus mengaitkan ke salah satu kabel penangkap yang melintang di dek kapal,
yang mengakibatkan pesawat berhenti. Kabel penangkap ini diset untuk setiap
pesawat di dek yang sama, tanpa memperhatikan ukuran atau berat pesawat. Empat
kabel baja dengan ketebalan 1,375 inci berada di atas dek 2-5 inci dengan
interval 35-40 kaki dan terhubung dengan silinder hidrolis di bawah dek yang
berperan sebagai “shock absorber”. Ketika sebuah pesawat mendekat, keempat
kabel di set untuk menahan beban pesawat. Ketika pesawat “terkait” ke kabel,
kabel menarik piston yang terdapat ruang berisi cairan di dalamnya. Ketika
piston tertarik, cairan hidrolis tertekan melalui lubang kecil di ujung
silinder, hal ini yang mengabsorbsi (menetralkan) energi dari pesawat dan menghentikannya.
Sebuah kabel penangkap capat menghentikan sebuah kapal dengan berat 54.000
pound dengan kecepatan 130-150 mph dengan jarak kurang dari 350 kaki. Ketika
pesawat melepas kabel penangkap, piston tertarik kembali dan siap untuk
mendaratkan pesawat dalam 45 detik.
Sumber
: http://www.maritimeworld.web.id/2011/06/sejarah-kapal-induk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar